RANAH KEILMUAN, BUKAN ANAK SIAPA
Polemik yang masih menjadi perdebatan sampai saat ini adalah perihal tentang nasab, tentunya nasab yang memiliki potensi pengaruh sosial untuk dihormati, disegani, diperhitungkan di tengah-tengah masyarakat, terutama warga nahdliyin.
Salah satu faktor kelemahan bangsa kita saat ini yaitu terlalu mengagung-agungkan keturunan sehingga mengabaikan kualitas keilmuan dan akhlak yg mulia.
Ketersambungan nasab seakan-akan menjadi sebuah kebanggaan seseorang bahkan harus sampai ada pengakuan mengalir darah dan daging melalui publik speaking.Di beberapa pesantren berpengaruh di Jawa Timur seperti Sukorejo, Lirboyo, dan Kedunglo para masyayikh dan muassis bahkan para ustadz yang mengajar tidak pernah mengajarkan apalagi mendoktrin agar menghormati keluarga Kiai karena mereka keturunan Walisongo yang nasabnya menyambung kepada Kanjeng Nabi Saw.
Sedikitpun tidak pernah mendengar beliau-beliau yang memiliki ketinggian ilmu dan akhlak yang mulia serta silsilahnya jelas, tidak koar-koar agar dihormati dan dimuliakan sebab nasab. Pesantren lebih fokus pada keilmuan dan menempa akhlak santri baik jasmani maupun ruhani.Ada kata-kata yang mengatakan bahwa “Kita menghormati orang bukan karena keturunannya, tapi karena ilmu dan akhlaknya”.
Apakah pendapat ini keliru? Pandangan ini diakibatkan karena ironi melihat beberapa orang atau kelompok yang hanya pintar mengagungkan pendahulunya dikalangan mereka saja.Ingatkan ketika kita belajar di sekolah ataupun kuliah tidak pernah bertanya tentang gurunya ini anak cucu siapa, tapi alumni mana.
Bisa juga ketika melakukan penilaian apakah karena keturunan siapa, yang ada berdasarkan kemampuan dan attitudenya.Di perguruan tinggi dan sekolah bahkan madrasah manapun didunia, untuk jadi dosen dan guru harus lulus uji kompetensi keilmuan bukan uji nasab keturunan.
Ada aturan keilmuan dan attitude juga hingga cara berpakaian dan berpenampilan yang menjadi penilaian.Secercah kajian keilmuan yang mengkritisi tentang mental feodalisme wabil khusus pada nasab memang menuai pro dan kontra.
Akan tetapi tetaplah kajian keilmuan terbuka tidak boleh dicegah hanya untuk mencari zona nyaman.Tabik,
Syahrial ArdiansyahKetua PW. ISNU Bali